bicara positif

Selama bulan Februari lalu. Selain bekerja, kegiatan saya dipenuhi dengan persiapan pernikahan dan tempat tinggal baru. Otomatis waktu saya dan partner-in-crime saya pun semakin intens. Waktu luang pun sering kami gunakan untuk mencari perlengkapan untuk rumah. Masuk-keluar toko perkakas dan furnitur Ace sudah kami jalani. Rela bermacet ria untuk mengejar midnight sale sebuah toko furnitur besar pun dilakukan dan sukses keluar dari sana jam dua pagi. Memilih warna cat, diskusi pemasangan kitchen set sambil terus mengurus printilan dekorasi gedung dan make up pengantin sudah jadi santapan seharihari. Seru, melelahkan namun di satu sisi menyenangkan karena sisi praktis masing-masing jadi terkuak. Pada dasarnya saya termasuk orang yang praktikal. Putting my head up in the clouds is not really my thing, though i can be a very melancholy person. Dalam beberapa kasus, sisi praktis ini nggak begitu menguntungkan karena bagi orang lain akan terasa cenderung kaku dan kurang ekspresif. Partner saya, tidak bisa dibilang super praktikal namun karena dia lakilaki jadi unsur logikanya pun kuat. Jadi anggap saja untuk bulan Februari lalu, sisi praktis dan logis memang sangat baik untuk diasah. Bayangkan kalau di antara keruwetan segala urusan itu masih harus mengurus tuntutan emosional. Meski jujur saja, tentu ada hari-hari yang bikin lelah. Membuat sumbu mudah terbakar, dan saya jadi drama-drama-drama. Hahaha. Kalau sudah begitu, segala macam aspek jadi alasan. PMS, stres menjelang menikah, printilan yang nggak pernah beres sampai alasan “saya kan wanita, nggak apa lah sedikit drama”.

Sekarang, tentunya tidak sepadat bulan lalu. Semua berjalan lebih pelan dan tidak harus ber-multi tasking melulu. Sembari menstabilkan pola makan yang sudah membuat bobot saya agak susut beberapa bulan ini, saya juga merenungi lagi apa saja yang sudah dilewati. Segala kejadian dan proses, lengkap dengan efeknya. Entah itu positif maupun negatif. Bicara mengenai positif dan negatif, sekitar dua-tiga tahun lalu seorang teman baik melontarkan suatu pendapat mengenai berpikir positif yang membuat pemahaman saya berubah. Saat itu saya masih menjadi scriptwriter sebuah program TV lokal, dan teman saya ini adalah satu narasumber tetapnya. Saat itu episode program tersebut sedang membahas mengenai stres. Jika selama ini saat kita stres kita sering mendengar nasehat, “ayo, berpikir positif”, menurutnya cara ini keliru. Sederhananya seperti ini, misalnya kita mengalami masalah dan mulai berpikiran negatif. Jika kita serentak menolak diri kita untuk berpikir negatif dan mendorongnya untuk segera berpikir positif, apakah kita benar-benar bisa? Sesuatu yang ditolak justru semakin awet, begitu tambahnya. Awalnya saya sempat bingung dengan pendapat baru ini, karena begitu lama saya mendengar konsep bahwa hidup itu harus positif. Tetapi setelah dipikir dan dirasa kembali, saya mengakui pendapatnya masuk akal.

Kita tahu, hidup itu selalu berubah. Begitu juga dengan diri kita. Bagaimana kita melihat diri kita. Bagaimana kita menyikapi sesuatu. Tentunya terus berubah seiring dengan berbagai hal dan pengalaman yang kita dapatkan. Di saat kita menemukan diri kita berpikir negatif, daripada berusaha menolak pikiran itu dan memolesnya dengan pikiran positif. Coba dengarkan saja dulu. Toh, pikiran-pikiran negatif itu juga tidak selamanya berada di sana. Persis ketika saya mencoba latihan meditasi dulu (yang nggak pernah saya lakukan lagi sekarang, ampuni saya!). Bukan berusaha mengosongkan pikiran, melainkan mendengar dan memperhatikan apapun hal yang muncul di kepala. Coba deh kalau kita disuruh mengosongkan pikiran. Biasanya yang terjadi justru sebaliknya. Jadi sebaiknya pikiran-pikiran ini diperhatikan saja. simpel. Seperti memperhatikan nafas yang masuk dan keluar.

Jadi, di masa padat penuh keribetan kemarin. Saya mencoba mengingat lagi pendapat teman saya ini. Apakah berhasil? Saya tidak tahu. Namanya juga hidup, terus berubah dan berproses. Hehe. Namun paling tidak caranya sudah cukup membantu. Sempat ada teman yang bilang kalau saya orangnya selalu positif. Uhm nggak sama sekali. Saya nggak pernah bilang saya itu positif dan nggak pernah berusaha positif. Saya, mungkin sama dengan kamu, kalau sedang ada masalah jadi sensitif dan pikiran-perasaan ruwet seperti kota paska bom. Bisa tanya ke partner-in-crime saya kalau mau tahu betapa sensitifnya saya (kadang-kadang haha). Saya, mungkin sama seperti kamu, selalu belajar untuk mengenal dan memahami diri, orangorang dan berbagai kejadian di sekitar kita.

Kalau kasus saya, bulan lalu ribet setengah mati. Bulan ini agak santai malah bingung. Sebelum bingung sendiri, lebih baik mengingatkan diri untuk menikmati saja. Toh kita sedang dan akan selalu hidup untuk belajar dan mencintai sepenuh hati.

ps : ini artikel teman baik saya tentang pendapat tersebut :)

6 thoughts on “bicara positif”

  1. Nah…
    Kemaren pas saya jalan2 ke Bandung, ketemu teman saya dan saya juga bilang “Itulah anehnya saya, kadang orang memaksa untuk berpikir positif, kalau saya mah malah berpikir negatif senegatif-negatifnya… Jadi saya bisa menyadari kemungkinan paling negatif dari sesuatu, kemudian memikirkan jika sampai pada keadaan itu kemudian saya menanyakan beberapa hal pada diri saya. mampukah saya bertahan? Apa yang harus saya lakukan supaya mampu bertahan? dst…”

    Dan saya memberikan sebuah kesimpulan pemikiran saya pada dia, I’ll be negative thinking for everything, so i can do, yeah DO (a) positive thing(s) then…!”

    1. masing-masing orang bisa punya pendapat dan cara untuk menghadapi masalah kan? :) kata teman saya, di saat kita mikir positif apakah hasilnya akan selalu positif. di saat kita mikir negatif, apakah hasilnya selalu negatif? ada hal-hal di luar kontrol kita dan yang bisa kita lakukan adalah memperhatikan dan bertindak sebaik mungkin menurut kita saat itu. toh hidup selalu berubah :)

  2. I love your for writing this kind of thoghts dear.. Anyway.. Partner in crime ga bisa lebih disingkat jadi kata yg trdiri dari 5 huruf aja tuh..? :)

    1. terimakasih neng tiw *ketjup
      hahaha, ok diubah jadi YUDHA? hahahaha tulisan ini sebagian besar aku bikin di awal maret sebelum menikah, jadi belum pakai kata suami. mau bilang pacar, tunangan apalagi kekasih kok rasanya gimana gitu. lebih senang kalau sekalian disebut lifetime partner :)

  3. Kalo aku meditasi/yoga/ato sesi apapun yg suruh ngosongin pikiran malahan tidur,neng! Malu juga pas sesi pendinginan yoga, org2 udh buka mata dan duduk sila aku masih celentang! Ahahahahaha…

    Hmm. Dulu tmn prnh bilang, gua itu org yg cenderung liat sisi gelap suatu hal dulu ktimbang positifnya,kadang sinis. Krn gua blg ga percaya sama metode The Secret. Tp itu krn mnrt gua, y pikiran positif mulu klo ga action,masa iya tau2 semua apa yg kita pengenin dapet? Hehe.

    The point is,Hidup emang ga selamanya enak sh. Shit happens, but don’t overly whining about it when you can do something (and realize that you can) get rid of it.
    “La tristesse Ne Dure Pas” sadness doesn’t last…Right?

    Tapi emang tulisan2 kamu mah positif2. Aku aja ngasi k tmn aku yg krjanya galau muluk ampe pengen aku ajak rukiyah :p
    Semoga yg baca jadi tertular positif…
    *nyanyi positivitynya suede :)

    1. hahahahaha aku juga ngantuk neng..tapi katanya itu justru awal yg oke karena berhasil rileks. cuma ya gitu, ga dilatih lagi jd mentok deh :p
      iyah, nikmatin aja ya :)
      salam buat temenmu, jangan galau terus..capek neng hehehe

Leave a comment