Ada “Kita” untuk Kamu dan Aku

Kakiku kesemutan. Mungkin karena kamu.

Ah, kamu kok bisa sampai membuat bagian dari tubuhku kesemutan begini?

Tanganku merinding. Bisa jadi karena kamu. Kamu membuat permukaan kulitku terasa kebas.

Leherku kebas. Apa karena aku tidak bosan-bosannya memandangi kamu?

Ah, kamu memang bisa membuat mataku tidak jera menyusuri sosok kamu.

Perutku mengencang. Rasanya seperti ada truk pengaduk semen di dalamnya.

Itu gara-gara kamu.

Pokoknya sistem tubuhku langsung tidak karuan kalau sudah ada kamu. Jangankan ada kamu, memikirkan kamu saja sudah cukup membuat otakku sulit mengontrol saraf-saraf tubuhku.

Otakku sudah terinvasi oleh kamu.

Sedikit sedikit kamu.

Ke sana. Eh, kamu. Ke sini. Eh, kamu lagi.

Rasanya aku ingin pindah ke tubuh lain saja, supaya bisa liburan dari kamu. Meskipun aku senang juga sih mikirin kamu. Tapi aku juga gelisah kalau harus selalu mikirin kamu. Rasanya aku ingin loncat ke garis waktu sebelum kamu hadir dan memilih jalan yang tidak memungkinkan aku berada di momen yang sama dengan kamu. Namun aku sendiri tidak yakin apakah jika aku benar-benar bisa melakukannya lantas aku benar-benar bisa tidak mengenalmu sampai aku mati nanti. Mungkin saja aku dan kamu memang ditakdirkan untuk bersinggungan. Bukankah setiap momen dan orang yang kita kenal selama kita hidup memang hadir untuk alasan tertentu?

Sayangnya aku tidak tahu persis apa alasan takdir kita bersinggungan. Katanya semua itu ada maknanya, tapi aku tidak tahu apa makna kamu dan kondisi yang kita lalui sekarang.

Kita? Aku lupa kalau tidak ada kata ”kita” untuk kamu dan aku. Yang ada itu aku, kamu dan dimensi yang aku dan kamu pijak. Entah apa arti di balik semuanya.

 

 Bintaro, 4 Maret 2008

[terinspirasi dari teman baik yang hatinya saat itu sedang fluktuatif karena seseorang]

One thought on “Ada “Kita” untuk Kamu dan Aku”

Leave a reply to retno Cancel reply